Oleh : Ricky Valdy Syairuddin / AF4 / Mahasiswa Institud Studi Islam Darussalam (ISID)
Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa : 136,
Yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, berimanlah kamu
sekalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada
Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu
telah sesat seajuh-jauhnya.” (An-Nisa : 136)
Denganturunnya ayat diatas, orang-orang
beriman senantiasa diperintahkan untuk menguatkan keimanan yang telah tertanam
dalam hati mereka. Di samping itu, ayat ini diturunkan di Madinah dan bukan
merupakan ayat yang pertama kali turun di sana. Dengan kata lain ayat ini turun
setelah beberapa tahun Rasululah tinggal di Madinah. Hal ini memberi petunjuk
kepada kita bahwa pembinaan akidah adalah aktivitas yang harus selalu menjadi
prioritas dalam setiap saat.
Kita ketahui bahwa selama tiga belas tahun
Rasulullah SAW berdakwah di Makkah, yang menjadi fokus garapan beliau adalah
pengokohan akidah Islam pada dada-dada kaum muslimin serta mendakwahkannya
kepada orang-orang yang masih kafir. Hal itu dapat kita lihat dari ayat-ayat
Al-Quran yang turun selama di Makkah. Namun
ketika beliau hijrah ke Madinah dan memasuki fase pendirian negara dan
penetapan hukum-hukum syariat bukan berarti pembinaan akidah ditinggalkan dan
disisihkan. Pembinaan akidah tetap menjadi garapan yang utama, karena kekokohan
akidahlah yang akan menjamin baiknya pelaksanaan syariat serta utuhnya
eksistensi suatu negara Islam.
Dengan demikian pembahasan akidah adalah
pembahasan yang harus selalu menjadi perhatian setiap kaum muslimin. Karena
akidah merupakan rahasia hidup dan menafsirkan kepada manusia rahasia kehidupan
dan kematian serta menjawab pertanyaan abadinya : “Darimana? Kemana? Dan
mengapa?”
Akidah juga dibawa oleh semua Nabi yang diutus
Allah dan diturunkan oleh semua kitab suci langit sebelum kitab-kitab itu
mengalami distorsi, penyelewengan dan perubahan. Akidah juga merupakan hakikat
abadi yang tidak mengalami proses evolusi dan tidak pernah berubah, yaitu
akidah tentang Allah dan hubungan-Nya dengan alam ini, tentang alam nyata yang
diperlihatkan kepada manusia dan tentang alam ghaib yang tidak diperlihatkan
kepadanya, tentang hakikat kehidupan ini dan peran manusia di dalamnya serta
nasib manusia setelah kehidupan dunia.
Sesungguhnya akidah Islam datang untuk
memurnikan pemikiran Tauhid dan kesempurnaan akidah ilahiyah, dari segala hal
yang mencorengnya sepanjang zaman dan ia hadir untuk memurnikan pemikiran
tentang kenabiaan dan kerasulan dari pemahaman buruk yang menimpanya.
Dan akidah islam datang untuk memurnikan
persepsi pemikiran tentang pembalasan di akhirat dari asumsi salah oleh
orang-orang bodoh, manipulasi oleh orang-orang pintar, dan penyangkalan oleh
kaum penghujat dan hujatan kaum penghujat.
Kebutuhan manusia terhadap akidah
Allah
memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian menciptakan keturunannya dari
sari pati (air mani) dia menciptakan Adam, manusia pertama dari tangan-Nya dan
meniupkan roh (ciptaan)-Nya, lalu darinya Dia ciptakan istrinya, Hawa. Dia
ajarkan kepadanya nama-nama, lalu menyuruh malaikat agar bersujud kepadanya,
maka mereka semua bersujud kecuali Iblis yang menolak. Dia melarangnya untuk
makan dari satu pohon, namun dia lupa dan memakannya. Maka, dia telah berbuat
maksiat dan durhaka karenanya. Lalu dia menerima beberapa kalimat dari Allah
dan mengucapkannya, maka Allah menerima taubatnya, kemudian menurunkannya ke
bumi sebagai khalifah setelah sebelumnya dia mempersiapkan bumi itu baginya,
dan menyediakan segala apa yang ada di bumi untuk memenuhi kebutuhannya.
Dalil-dalil
akidah kita tentang manusia ini adalah kabar berita dari Penciptanya yang
menjelaskan tentang manusia, tentang cara penciptaannya dan perkembang
biakannya yang sampai kepada kita dari jalan yang mustahil bagi akal manusia
untuk mendustakan dan mengingkarinya, yaitu firman-firman Allah SWT dalam
kitab-Nya, Al-Quran yang mulia. Allah berfirman tentang penciptaan Adam,
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.” (Al-Hijr : 26)
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada
malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah, maka apabila
telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku, maka
hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya (Shad : 71-72)
Dari surat Shad tersebut, betapa mulianya
manusia sehingga Allah menyuruh seluruh ciptaannya untuk sujud kepada Adam
yaitu manusia yang tercipta dari tanah tersebut. Maka menyembah kepada Allah
serta melafazkan kesyukuran kepada Allah sudah menjadi keharusan yang harus
dilakukan oleh seorang muslim dan mukmin.
Pandangan orang-orang Mukmin terhadap
“manusia” sangat berbeda dengan pandangan orang-orang atheis.
Menurut orang-orang Mukmin, manusia diciptakan
di langit dengan penciptaan langsung oleh Allah, dimana Allahmenciptakannya
dengan tangan-Nya, lalu meniupkan kepadanya dari ruh ciptaan-Nya, kemudian
mengajarkan kepadanya seluruh nama benda dan memerintahkan malaikat untuk
bersujud kepadanya. Allah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk dan
dikhususkan dengan kemuliaan di antara semua makhluk. Manusia itu haram darah
dan harta bendanya kecuali dengan cara yang hak. Allah mengutus para rasul
kepada mereka, menurunkan kitab-kitab agar mereka mencapai kesempurnaan dan
meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah mengkabarkan kepada mereka
tentang penciptaan, kejadian, kemuliaan dan tempat kembalinya. Juga tentang
Pencipta dan nabi-nabi yang diutus kepada mereka.
Menurut teori orang-orang atheis manusia
diciptakan dengan teori perkembangan dan pertumbuhan dalam seburuk-buruk
bentuk, kemudian berangsur-angsur dalam jutaan tahun sehingga sampai menjadi
seekor kera kemudian berkembang menjadi hewan yang lebih tinggi daripada kera
dalam jutaan tahun, kemudian menjadi manusia setelah jutaan tahun. Demikianlah
konsep penciptaan manusia dan perkembangan kejadiannya menurut kaum atheis,
kelompok yang paling banyak kerusakan dan kefasikannya, dimana mereka adalah
sumber kehancuran dan kebinasaan.
Sekarang, wahai orang-orang yang mempunyai
akal, manusia yang mana yang lebih berhak untuk dimuliakan? dan manusia yang
mana yang harus diakui sebagai manusia oleh semua manusia itu sendiri, manusia
menurut orang-orang mukmin ataukah manusia menurut orang-orang atheis, para
pengikut teori Darwin?
Sungguh teori Darwin tentang kejadian manusa
adalah kerancuan pemikiran, tidak bisa difahami dan merupakan racun bagi otak.
Sebab teori itu adalah teori yang sesat, rusak dan kotor, yang bapaknya adalah
kekufuran dan ibunya adalah kotoran.
Telah dijelaskan konsep penciptaan manusia
yang begitu dahsyatnya. Memang pantas dan benar bahwa agama islam adalah agama
yang sempurna. Seperti dalam surat Al-Imron ayat 9 :
“Agama
yang diridhoi oleh Allah adalah islam”
Allah telah menciptakan alam semesta ini
sebagai kebutuhan manusia supaya manusia dapat menggunakan akalnya dalam
menggunakan alam ini dengan sebaik-baiknya. Tetapi masih saja dari manusia yang menentang dengan kekuasaannya. Seperti
firman Allah SWT dalam surat Lukman ayat 20 :
Yang artinya : “Tidakkah kamu perhatikan,
sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir
batin. Dan diantara amnusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa
ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.”
(Lukman : 20)
Apabila orang-orang Barat menyimpulkan bahwa
problematika dasar ekonomi pada menurunnya sumber daya alam sebagai akibat
membludaknya populasi manusia, maka Al-Quran melihat sebaliknya bahwa nikmat
Allah tidak mungkin dapat dihitung, dan bahwa sumber-sumber alam sangatlah
subur, tetapi karena ini pulalah kemudian banyak manusia terperosok dalam
kekufuran dan kezhaliman. Kezhaliman dan kufur nikmat itulah barangkali yang
menyebabkan ketidakseimbangan dalam alam dan berakibat pada sumber-sumber
pendapatan manusia.
Anggapan bahwa manusia tidak lagi membutuhkan
akidah adalah anggapan yang batil, karena bertentangan dengan kenyataan dan
sejarah manusia yang panjang, yaitu sejarah semenjak manusia diturunkan ke bumi
sampai abad sekarang ini. Di mana saja manusia berada dan kapan pum mereka
hidup, tidak pernah bisa lepas dari akidah yang diyakininya, baik akidah yang
lurus maupun yang batil.
Nilai tambah manusia dalam kehidupan
sesungguhnya tidak dinilai atau ditentukan oleh unsur fisiknya, tetapi oleh
unsur metafisiknya yang berupa ruh atau jiwa dan kualitas-kualitas internal
lainnya. Bahkan dari nilainya bisa lebih mahal dari apa yang ada di fisik
manusia.
Lalu apa yang menjadikan manusia mahal dan
dihargai tinggi? Mengapa seseorang dihargai lebih tinggi dibandingkan dengan
orang lain padahal tubuhnya sama, warna kulit dan rambutnya sama, kelengkapan
tubuhnya sama, mungkin pakaian juga sama. Ada dua orang berjalan bersama, yang
satu pejabat dan seorang lagi ulama’ besar, tetapi penghormatan orang terhadap
ulama’ lebih besar daripada pejabat. Di sini ada nilai tambah yang bukan
bersifat fisik melainkan non-fisik (metafisik).
Orang yang mengapresiasikan unsur-unsur fisik
maka yang dikejar dalam kehidupannya adalah hal-hal yang dapat memuaskan
unsur-unsur tubuhnya. Sebaliknya, orang yang mengapresiasikan unsur metafisik
tampak pada cara hidupnya yang mengutamakan kepuasan spritual, penghormatan terhadap
nilai dan menjunjung tinggi moralitas.
Ada yang beranggapan dengan menyatakan
kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan telah menjadikan mereka tidak
membutuhkan agama, karena agama adalah barang rongsokkan dan usang dalam
kehidupan modern. Bahkan lebih jauhnya lagi bahwa manusialah yang menciptakan
tuhan, bukan tuhan yang menciptakan manusia dan kehidupan di alam semesta ini.
Anggapan dan argumen seperti ini adalah kebodohan dan kekufuran yang nyata, dan
kelemahan akal yang tanpa batas.
Agar terbebas dari pemahaman yang rusak ini,
kita membenarkannya dengan Tuhan yang diciptakan para penyembah berhala yaitu
patung yang mereka buat dengan sendirinya lalu disembah. dan tidak bisa
disamakan dengan Tuhan yang menciptakan manusia yang dalam hal ini agama islamlah
yang memakainya.
Maka, sangatlah mustahil agama yang mereka
ciptakan itu akam mampu meluruskan akhlak, memperbaiki jiwa, mendidik perasaan
dan mensucikan ruh. Sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tertipu,
bodoh, sesat dan menyesatkan, Allah melaknati mereka, maka Dia membuat mereka
tuli dan membutakan penglihatan mereka.
Dari sini dapat dinyatakan bahwa setiap umat
yang ada di atas permukaan bumi, yaitu sejak manusia itu hidup tidak bisa lepas
dari akidah dan agama. Demikianlah sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam
firman-Nya.
“Dan tidak ada satu umat pun melainkan telah
ada padanya seorang pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan,” (Fathir : 24)
Penutup
Sesungguhnya iman kepada semua rukunnya
dituntut secara mutlak sebagaimana disebutkan dalam nash-nash Al-Quran dan
As-Sunnah, dimana Allah berfirman,
“hai orang-orang yang beriman, tetaplah
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada
Rasul-nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
kemudian, maka sesungguhnya dia telah sesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisa’: 136)
Dan Rasulullah SAW bersabda dalam menjawa
pertanyaan tentang iman,
الإيمان أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر
والقدر خيره وشره.
“Iman
adalah bila kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, dan takdir-Nya yang baik dan yang buruk.”
Tapi dengan mencermati hal-hal yang berkaitan
dengan iman, seperti mencintai-Nya, mengagungkan-Nya dengan melakukan segala
hal yang dicintai-Nya dan meninggalkan segala hal yang dilarang olehnya, maka
iman merupakan saran dan bukan tujuan.
Karena itu sangat tepat bila dikatakan bahwa
meskipun iman sebagai saran dan akidah adalah pedoman dalam beriman, namun ia
harus direalisasikan dalam kehidupan karena keterkaitan istiqomah seseorang
dengannya. Sebagai penjelasan hal tersebut adalah,
1. Beriman kepada Allah adalah sarana untuk
mengenali nama-nama dan sifat-sifat-Nya, mencintai-Nya mengagungkan-Nya,
menaati-Nya, takut dan taqarrub kepada-Nya dengan melakukan hal-hal yang
dicintai-Nya dan menjauhi hal-hal yang diharamkan-Nya, sebagai dalilnya adalah
firman Allah,
“Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang-orang yang beriman.” (Al-Anfal : 1)
2. Beriman kepada malaikat adalah saran untuk
mengambil pelajaran tentang ketaatan mereka. Sebab mereka
“Tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim : 6)
Juga sebagai sarana untuk menumbuhkan rasa
malu dan merasa dekat dengan para malaikat. Sebab malaikat tidak pernah
berpisah dengan manusia di kanan dan kirinya.
3. Beriman kepada kitab-kitab Allah adalah sarana
untuk beriman kepada Allah dan mengetahui ilmu-Nya, nama-nama-Nya, janjidan
ancaman-Nya, membenarkan para Rasul yang diutus dengannya dan mengetahui
syariat-syariat Allah dan semua yang dicintai dan diridhai-Nya atau yang dibenci-Nya
tentang keyakinanm ucapan dan perbuatan. Juga sarana untuk mengenali hal yang
ghaib dan berbagai kondisi negeri akhirat.
4. Beriman kepada para rasul adalah sarana
mengetahui pelaksanaan syariat-syariat Allah dan tata cara ibadah kepada-Nya.
Juga sarana untuk mencintai para rasul yang dapat membangkitkan semangat untuk
menaati, mengikuti dan komitmen terhadap syariat-syariat mereka.
5. Beriman kepada hari Kiamat adalah sarana untuk
menjalankan kebaikan dan meniggalkan kemungkaran dengan adanya dorongan jiwa
dalam mencintai apa yang di sisi Allah tentang kebaikan dunia dan akhirat,
serta rasa taku terhadap siksa-Nya.
6. Beriman kepada taqdir Allah adalah sarana
untuk menghilangkan kegelisahan terhadap sesuatu yang terlewatkan dari
kesenangan kehidupan dunia dan meninggalkan suka ria atas nikmat dunia yang
mendorong kepada kesombongan. Juga sarana untuk kesabaran dan ketenangan.
berdasarkan keterangan di atas, maka tampak
dengan jelas bahwa semua rukun iman yang merupakan akidah seorang mukmin akan
menghasilkan buah yang khusus bagi seorang mukmin. Dengan memperhatikan semua
itu, maka kita dapatkan bahwa iman adalah sarana untuk mendapatkan berbagai
buah yang dihasilkan oleh setiap bagian dari iman. Sebagaimana kita dapatkan
juga bahwa berbagai buah iman merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang
paling mulia, yaitu kesempurnaan manusia dalam zat dan spritualitasnya seta
kebahagiaanya di dunia maupun di akhirat. Serta dari iman ini dapat mempertajam
akidah seorang muslim, sebab kesempurnaan dan kebahagian manusia berkaitan erat
dengan ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya, dimana ketaatan itu akan
mensucikan jiwa dan menjadikan manusia ke negeri kedamaian (surga)
Allah berfirman,
“Sungguh
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sungguh merugilah orang yang
mengotorinya.” (A-Syams : 9-1
Refrensi
Syeikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Aqiidatul
Mu’min, Madinah, Maktabah Al-Ulum wal Hikam, 1995
Dr. Yusuf Al-Qardhawi, Ri’aayatul biiah fii
syarii’ati al islaam, Dar Asy-Syuruq, 2001
Muhammad Tholchah Hasan, Dinamika Kehidupan
Religius, jakarta, 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar